About the Journal

Title: Journal of Agribusiness and Local Wisdom
ISSN: P-ISSN: 2621-1297 and E-ISSN: 2621-1300
Focus and Scope: Agricultural Economy, Agricultural Development and Policy, Agricultural Marketing, Rural Development, Entrepreneurship and Agribusiness Management, Sustainable Agriculture, Agricultural Extension, Communication, and Education, Information Technology in the Agribusiness Sector, Food Security Both in Indonesia and Global Contexts
Frequency Publish: Regularly two times a year in June and December
Language: Indonesia and English
Indexed at: DOI Crossref, Google Scholar, Garuda, ROAD, BASE, and OpenAIR
 
The Journal of Agribusiness and Local Wisdom P-ISSN: 2621-1297 and E-ISSN: 2621-1300 is a double-blind peer-reviewed journal published by The Agribusiness Study Program, Faculty of Agriculture, Jambi University collaborates with the Jambi University Agricultural Economics Association (PERHEPI UNJA). The Journal accepts academic articles from the Agricultural economy, Agricultural Development and Policy, Agricultural Marketing, Rural Development, Entrepreneurship and Agribusiness Management, Sustainable Agriculture, Agricultural extension, Communication, and Education, Information Technology in the Agribusiness Sector, Food security both in Indonesia and global contexts. The Journal has been indexed in DOI Crossref, Google Scholar, Garuda, ROAD, BASE, and OpenAIR and published biannually every June and December.

Current Issue

Vol. 5 No. 2 (2022): Journal Agribusiness and Local Wisdom
					View Vol. 5 No. 2 (2022): Journal Agribusiness and Local Wisdom

Menteri Keuangan,Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara-negara di dunia akan mengalami krisis pangan di tahun 2023. Untuk itu isu pangan global ini harus diselesaikan dengan duduk bersama antar negara. Lebih jauh disebutkan bahwa "Kita akan menghadapi 2023 yang mana akan jauh lebih berisiko dalam hal pangan,"(Merdeka.com Rabu, 12/10/2022).

Berkaitan dengan masalah pangan menarik disimak apa yang disampaikan oleh Presiden Soekarno pada waktu peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian-Universitas Indonesia, 27 April 1957. Bung Karno menyampaikan bahwa “urusan pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa,â€.

Kesadaran tentang pentingnya pangan, sudah ada sejak awal kemerdekaan. Negara yang dari dulu disebut sebagai negara agraris dengan lahan pertanian luas, ditumbuhi oleh berbagai jenis pangan, dan jumlah petani nya banyak tapi masih menghadapi masalah dalam ketersediaan pangan.

Seorang petani yang tinggal di sebuah desa, memiliki sebidang sawah yang luasnya tidak begitu besar tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dia juga memiliki sedikit kebun untuk menanam tanaman lain yang diperlukan kelaurga. Di belakang rumah, dia juga memelihara beberapa ekor ayam kampung yang menghasilkan telur dan peranakan. Di depan rumahnya dia memiliki juga sebuah warung kecil yang menyediakan kebutuhan sehari-hari bagi penduduk desa.

Petani desa yang sudah membuka usaha sampingan dengan berdagang kecil-kecil itu, tidak mau menyia-nyiakan lahan sawah yang sedikit itu karena dia perlukan untuk ketahanan pangan keluarga. Begitu juga dengan kebun buah-buahan dan sayuran, ternak ayam yang ada di belakang rumah adalah untuk ketahanan pangan keluarga. Berdagang dia lakukan untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Beberapa orang anak mereka berhasil dia biayai sampai menjadi sarjana dan bekerja di kota. Sedangkan beberapa orang anak yang lain hanya sampai SLTP dan SLTA saja lalu bekerja meneruskan usaha bapaknya. Sebagian besar anak-anak petani tersebut bekerja di perkotaan. Hanya dua orang anak mereka yang bekerja di desa namun sudah menjadi pedagang sehari-hari tidak lagi petani. Tetapi pola hidup dengan sawah dan kebun untuk ketahanan pangan keluarga mereka lanjutkan. Sampai sekarang sawah tersebut masih mampu memberi makan dua keturunan mereka yang berada di desa tersebut.

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari keluarga petani tersebut, pertama adalah ketahanan pangan nya yang demikian kuat. Tidak pernah membeli beras, sayur, buah-buahan, daging, bahkan kebutuhan sehari-hari nya mereka ambil dari warungnya sendiri. Kedua, berdagang tanpa berhutang untuk menumbuhkan ekonomi keluarga.

Mungkin petani seperti ini lah yang disebut oleh Bung Karno dengan sebutan “Marchen†dalam buku Autobiografi nya yang ditulis oleh Cindy Adam “Penyambung Lidah Rakyatâ€. Seperti tebitan sebelumnya, Jalow memuat beberapa tulisan tentang social ekonomi komuditi pangan, yaitu padi, kedelai, sayuran, dan buah-buahan, serta komuditi lainnya. Semoga bermanfaat.

Editor in Chief

 

Published: 2022-12-30

Articles

View All Issues